Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah Masih Perlu Ditingkatkan
Penelitian Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) mengenai kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah, hasil kerjasama pemerintah Indonesia, Australia, Eropa, dan Asian Development Bank, terhadap 4070 kepala sekolah di 55 kabupaten/kota dari tujuh provinsi di Indonesia, mengungkapkan supervisi adalah kompetensi terminim yang dimiliki kepala sekolah di Indonesia, dibandingkan dengan kompetensi lain.
Nilai tersebut adalah sebesar 3.00 dari skala 1.00-4.00, dengan nilai sebesar 4.00 untuk kompetensi lain. Adapun kompetensi kepala sekolah terdiri dari kompetensi kepribadian sebagai kepala sekolah, manajerial, kewirausahaan, mengajar, dan kompetensi memberikan penyuluhan terhadap guru. Ketujuh provinsi tersebut adalah provinsi Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua.
Akibatnya, penilaian, dan peningkatan terhadap kualitas belajar mengajar tidak dapat akurat dilakukan. Karena, kepala sekolah tidak melakukan pengawalan terhadap tugas harian guru. Demikian pernyataan tersebut disampaikan perwakilan pemerintah Australia John Pettit, saat membuka komisi pertama Konferensi Internasional Best Practice Bagi Pengembangan Kepemimpinan Kepala Sekolah (The 4th International Conference on Best Practice for School Leadership Development), di Yogyakarta, Selasa kemarin (11/6).
Masih di waktu yang sama, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusa Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (BPSDM dan PMP Kemdikbud), Syawal Gultom mengatakan perlunya diingatkan kembali para kepala sekolah untuk menjalankan tugas supervisi. Sehingga, kompetensi supervisi pun dapat ditingkatkan.
Menurut Syawal, penyebab kelemahan kompetensi supervisi berada pada perlakuan prioritas yang diberikan kepala sekolah, terhadap urusan bersifat administratif, dibandingkan dengan supervisi terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah. “Kepala sekolah itu ya guru dengan tugas tambahan sebagai kepsek, maka kita kembalikan ke posisi awal harus bisa supervisi guru di sekolahnya,”ujar mantan rektor Universitas Negeri Medan itu.
Nilai tersebut adalah sebesar 3.00 dari skala 1.00-4.00, dengan nilai sebesar 4.00 untuk kompetensi lain. Adapun kompetensi kepala sekolah terdiri dari kompetensi kepribadian sebagai kepala sekolah, manajerial, kewirausahaan, mengajar, dan kompetensi memberikan penyuluhan terhadap guru. Ketujuh provinsi tersebut adalah provinsi Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua.
Akibatnya, penilaian, dan peningkatan terhadap kualitas belajar mengajar tidak dapat akurat dilakukan. Karena, kepala sekolah tidak melakukan pengawalan terhadap tugas harian guru. Demikian pernyataan tersebut disampaikan perwakilan pemerintah Australia John Pettit, saat membuka komisi pertama Konferensi Internasional Best Practice Bagi Pengembangan Kepemimpinan Kepala Sekolah (The 4th International Conference on Best Practice for School Leadership Development), di Yogyakarta, Selasa kemarin (11/6).
Masih di waktu yang sama, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusa Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (BPSDM dan PMP Kemdikbud), Syawal Gultom mengatakan perlunya diingatkan kembali para kepala sekolah untuk menjalankan tugas supervisi. Sehingga, kompetensi supervisi pun dapat ditingkatkan.
Menurut Syawal, penyebab kelemahan kompetensi supervisi berada pada perlakuan prioritas yang diberikan kepala sekolah, terhadap urusan bersifat administratif, dibandingkan dengan supervisi terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah. “Kepala sekolah itu ya guru dengan tugas tambahan sebagai kepsek, maka kita kembalikan ke posisi awal harus bisa supervisi guru di sekolahnya,”ujar mantan rektor Universitas Negeri Medan itu.
Pada tingkat ASEAN, Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Pusbangtendik Kemdikbud) menggelar The 4th International Conference on Best Practice for School Leadership Development, di Hotel Sahid Rich, Yogyakarta, dari tanggal 10-14 Juni 2013. Sebanyak 11 negara Asia Tenggara dengan total 120 orang peserta, yang terdiri dari 90 orang peserta dalam negeri, dan 30 orang peserta luar negeri berpartisipasi dalam perhelatan tahunan ini. Harapannya, para kepala sekolah dari perwakilan masing-masing negara dapat saling berbagi pengalaman, pengetahuan. Sehingga, tidak terdapat kesenjangan informasi mengenai supervisi antar negara partisipan.
Sumber:
http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/1430
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment