SRIWIJAYA; IMPERIUM EKONOMI ASIA TENGGARA

SRIWIJAYA; IMPERIUM EKONOMI ASIA TENGGARA



Nusantara merupakan kepulauan yang membentang dari barat pulau Sumatra hingga timur pulau Irian, laksana jembatan ia menghubungkan daratan Asia dengan Australia sekaligus menjadi jalur perdangan kuna India-China. Diantara keutungan nusantara dari perdagangan tersebut ialah terjadinya silang budaya antar penduduk Nusanatar dengan para pedagang India-China, namun yang paling terpenting dari pengaruh kebudayaan tersebut ialah munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha diantaranya Sriwijaya.

Sriwijaya merupakan kerajaan maritim terbesar kedua setelah Majapahit. Letak yang strategis di pantai timur Sumatra Selatan, tepian Sungai Musi serta menguasai jalur-jalur perdagangan menjadikan Sriwijaya pusat perkembangan ajaran Budha di Wilayah Asia Tenggara sekaligus  imperium ekonomi Asia Tenggara. Ada begitu banyak teori-teori yang muncul ketika membicarakan pusat kerajaan Sriwijaya. Misalnya, seperti yang diuraikan dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Pendapat ini didasarkan dari foto udara tahun 1984 yang menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah buatan manusia. Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta jaringan kanal dengan luas areal meliputi 20 hektar. Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman dan pusat aktifitas manusia. Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang), dengan catatan Malayu tidak di kawasan tersebut, jika Malayu pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens, yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I Tsing, serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di Muara Takus). Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang). Bahkan baru-baru ini  dalam http://www.ui.ac.id/id/news/archive/6602 Guru Besar Arkeologi Universitas indonesia (UI) Profesor Agus Aris Munandar mengatakan Kerajaan Sriwijaya diduga berada di kawasan Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Namun dalam tulisan ini tidak akan memperdabatkan dimana sebenarnya letak dari kerajaan tersebut, tulisan ini akan fokus pada keberhasilan Sriwijaya dalam membangun sebuah imperium ekonomi di kawasan Asia Tenggara.

Imperium Srwijaya

Mengenai kebesaran kerajaan Sriwijaya ini dapat dilihat dari beberapa sumber yang berasal dari Arab. Berita Arab yang pertama berasal dari Ibnu Hordadzbeh (844-848 M). Ia mengatakan Raja Zabag (Raja Srwijaya) disebut maharaja, kekuasaanya meliputi pulau-pualu dilautan timur. Hasil buminya berupa kapur barus dan gajah banyak terdapat disana. Kemudian dari orang Arab bernama Ibnu Rose (903 M) menyebutkan Raja Zabag merupakan raja terkaya dibandingkan raja-raja India. Sedangkan Abu Zaid (916) mengatakan Raja Zabag setiap hari melemparkan segumpal emas kedalam danau di dekat istananya. Danau ini berhubungan dengan laut sehingga airnya payau. Raja Zabag ini menguasai banyak pulau-pulau anatara laian Sribuza, Rami dan Kala. Hasil buminya berupa kayu gaharu, kapur barus, kayu cendana, kayu hitam, gading, timah, kayu sapan, dan rempah-rempah. Kemudian dari seoarang ahli geografi Mas’udi menyebutkan Raja Zabag disebut Maharaja menguasai banyak pulau-pulau diantaranya Kala, Sribuza dan pulau-pulau lainya di laut Cina. Rakyatnya banyak sedangkan tentaranya tidak terhitung. Meskipun dengan perahu tercepat orang tidak akan dapat mengelilingi pulau ini dalam waktu dua tahun. Maharaja Zabag mempunyai lebih banyak minyak wangi dan bahan yang berbau harum dari pada oleh raja-raja lain.

Dari keterangan diatas disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memliki wilayah luas dan harta yang berlimpah dan tentu saja ini tidak mengherankan karna Sriwijaya mampu mentranpormasikan keuntungan geostrategis, geoekomis dan geopolitik yang dimilikinya. Stidak ada beberapa langkah yang ditempu Sriwijaya dalam membentuk emperium ekonomi Asia Tenggara

1. Menguasai  jalur-jalur penting perdagangan Internasional

Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India.Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasi urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.

Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi — dan jika perlu — memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan pesaingnya.

Sedangkan Mengenai penakklukan pulau Bangka diduga erat hubungannya dengan penguasaan perdagangan dan pelayaran internasional di selat Malaka. Selain letaknya yang strategis, pulau Bangka pada masa Sriwijaya, menurut Obdeyn masih bersambung dengan menjadi satu dengan Semenanjung Tanah Melayu ternasuk didalamnya kepulauan Riau, dan Lingga. Selat Sunda juga belum ada pada saat itu. Maka dengan demikian pelayaran Internasional India-China harus memlalui Selat Malaka dan Selat Bangka sehingga Pantai Timur Sumatra dan Pantai Utara Jawa menjadi sangat penting.

Meskipun pendapat ini disanggah oleh  Verstappen, ia menyatakan masa Sriwijaya Kepulaun Riau dan Lingga sudah terpisah laut tetap saja pelayaran tersebut harus melalui Selat Bangka karena laut dan selat di kepulauan Riau dan Lingga tersbut masih dangkal dan sempit  sehingga tidak dapat dilayari.

2. Membangun Armada Laut

Suatu negara yang hidup dari perdagangan, berarti penguasaannya harus menguasai jalu-jalur perdagangan dan pelabuhan-pelabuhan tempat barang-barang itu ditimbun untuk diperdagangkan oleh karnanya tidak mengherankan jika Sriwijaya (683 M – 1030 M) memiliki armada laut yang kuat, menguasai jalur perdagangan laut dan memungut cukai atas penggunaan laut.  Pengaruhnya meliputi Asia Tenggara yang mana hal ini dikuatkan oleh catatan sejarah bahwa terdapat hubungan yang erat dengan Kerajaan Campa yang terletak di antara Camboja dan Laos. Lebih lanjut dijelaskan bahwa negeri ini menguasai laut dan mengawasi lalu lintas pelayaran asing di selat Malaka. Jika ada kapal melalui Selat malaka tanpa saingan, lalu diserang dan semua penumpangnya dibunuh. Selain itu dikatan juga tentara Sriwijaya sangat tangguh, pandai dan tangkas di dalam peperangan, baik di air maupun di darat, keberaniannya tidak ada bandingannya.

Hal ini diperjelas oleh Wolters, kemampuan melayari lautan saja belum dapat menumbuhkan kekuatan perdagangan. Disamping kemampuan pelayaran haruspula ditumbuhkan kepercayaan dunia perdagangan. Para pedagang harus yakin bahwa berdagang dengan tempat itu akan mendatangkan keutungan. Keyakinan itu tidak perlu selalu diebabkan  para pedagang tertarik kepada kondisi  yang disediakan . sepertinya Sriwijaya mengembangkan pola ini. Berkat armadanya yang kuat ia berhasil menguasai daerah-daerah yang potensial dapat menjadi saingannya. Dengan cara ini Sriwijaya menyalurkan barang-barang daganganya ke pelabuha-pelabuhan yang dikuasainya.

3. Menjalin Hubungan Diplomasi dengan India, Cina an Arab
Untuk memperkuat posisinya atas penguasaan kawasan Asia Tenggara, Sriwijaya menjalin hubungan diplomasi dengan kekaisaran China, dan secara teratur mengantarkan utusan beserta upeti Di duga pengiriman upeti tersebut erat kaitanya dengannya dengan kepantingan perdagangan, Sriwijaya tidak keberatan untuk mengakui Cina sebagai yang berhak menerima upeti. Ini adalah sebagian usaha diplomatiknya untuk menjamin agar Cina tidak membuka perdagangan dengan negerin lain di Asia Tenggara, sehingga akan merugikan  perdagangan Srwijaya.

Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, pada prasasti Nalanda berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputradewa mendedikasikan sebuah biara kepada Universitas Nalanda. Relasi dengan Dinasti Chola di selatan India juga cukup baik. Dari prasasti Leiden disebutkan raja Sriwijaya di Kataha Sri Mara-Vijayottunggawarman telah membangun sebuah vihara yang dinamakan dengan Vihara Culamanivarmma, namun menjadi buruk setelah Rajendra Chola I naik tahta yang melakukan penyerangan pada abad ke-11. Kemudian hubungan ini kembali membaik pada masa Kulothunga Chola I, di mana raja Sriwijaya di Kadaram mengirimkan utusan yang meminta dikeluarkannya pengumuman pembebasan cukai pada kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma tersebut. Namun demikian pada masa ini Sriwijaya dianggap telah menjadi bagian dari dinasti Chola.

Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam).

Dari Raja sekalian para raja yang juga adalah keturunan ribuan raja, yang isterinya pun adalah cucu dari ribuan raja, yang kebun binatangnya dipenuhi ribuan gajah, yang wilayah kekuasaannya terdiri dari dua sungai yang mengairi tanaman lidah buaya, rempah wangi, pala, dan jeruk nipis, yang aroma harumnya menyebar hingga 12 mil. Kepada Raja Arab yang tidak menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah. Aku telah mengirimkan kepadamu bingkisan yang tak seberapa sebagai tanda persahabatan. Kuharap engkau sudi mengutus seseorang untuk menjelaskan ajaran Islam dan segala hukum-hukumnya kepadaku."
~Surat Maharaja Sriwijaya kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz~

4. Mengorganisir Perompak

Perompak atau bajak laut menjadi momok menakutkan bagi para pedagang maritim tidak terkecuali di jalur-jalur perdagangan maritime Selat Malaka dan Selat Bangka. Dalam hal Sriwijaya tidak hanya mengandalkan tentaranya untuk menumpas para bajak laut, sebaliknya para bajak laut tersebut diorganisir menjadi kekuatan yang terintegrasi dengan tentara Sriwijaya. 

Menurut Nugroho Soesanto kepala-kepala bajak laut dimasukkan dalam ikatan kerajaan. Mereka mendapatkan bagian yang ditentukan oleh raja dari hasil perdagangan. Dengan demikian mereka menjadi bagian dari organisasi perdagangan perdagangan kerajaan. Dengan sendirinya, mereka justru akan berusaha agar kepentingan mereka jangan dirugikan oleh kelompok-kelompok bajak laut lain yang tidak menyertai pengaturan tersebut. Cara ini menjadikan bajak laut pengaman pada jalur-jalur pelayaran.
Dari uraian diatas dapat disimpukan bahwa kemampuan Sriwijaya dalam membangun imperium ekonomi di kawasan Asia Tenggara beriring dengan kecakapan Sriwijaya dalam mengorganisir kekuatan tentaranya dalam menaklukkan kerajaan-kerajaan yang berpotensi menjadi pesaingnya serta merebut dan mengamankan jalur-jalur strategis perdangan internasional. Selain itu Sriwijaya juga piawai dalam berdiplomasi dengan Cina agar mendapat bantuan ketika ada gangguan dari kerajaan lain.

Sumber:

Marwati Djoenet Poesponegoro & Nugroho Notosusanto.1993. Sejarah Nasional Indonesia II.     Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka.

No comments:

Post a Comment

x
Ikuti kami di Facebook