Kesultanan Kadriah Pontianak

Kesultanan Kadriah Pontianak



Kesultanan Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 boleh Syarif Abdurrahman AlKadrie. Sultan Abdurrahman adalah putra seorang ulama terkenal di Kalimantan Barat yang bernama Habib Husain. Habib Husain ini berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan. Ketika di Kalimantan Barat, Habib Husain sempat menjadi ulama yang menyebarkan Ilmu keislamannya di Kesultanan Matan dan Kesultanan Mempawa. Syarif Abdurrahman sendiri adalah putra dari perkawinannya dengan perempuan di Kesultanan Matan.

Syarif Abdurrahman Alkadrie dua kali menikah, pertama dengan putri dari Panembahan Mempawa dan kedua dengan putri dari Sultan Banjar. Kepemimpinan ulama muda yang cakap itu berhasil membuat Kesultanan Pontianak menjadi kota pelabuhan besar dan pusat perdagangan yang segani, dan diasana didirikan istana Kadariah.

Pada tahun 1778, seorang petor (Asisten Residen) dari Rembang bernama Willem Ardinpola, minta izin kepada Sultan untuk berniaga di wilayahnya. Sultan memberikan Belanda tempat untuk berniaga di seberang Keraton Pontianak yang kini terkenal dengan nama Tanah Seribu (Varkedevaal).

Beberapa tahun setelah berdagang dengan damai, VOC mulai melakukan praktik monopoli ekonomi dan perdagangan yang memicu konflik dengan pedagang-pedagang pribumi. konflik itu lali dijadikan alasan untuk mendatangkan tentara ke Pontianak. sejak saat itulah Kesultanan Pontianak memasuki fase perjuangan melawan penjajah yang berlangsung hingga akhirnya bergabung dengan NKRI.

Masa Pendudukan Jepang

Sultan dan rakyat Pontianak dikenal sebagai pejuang pejuang yang gagah berani dan pengorbanan dalam melawan penjajahan. Salah satunya adalah insiden Mandor yang menyebabkan lebih dari 21 ribu pria termasuk Sultan Muhammad Alkadrie, seluruh punggawa, dan kaum intelektual di kotaraja Pontianak dibantai oleh tentara Jepang.

Berdasarkan catatan di museum Jepang di Tokyo, peristiwa tersebut terjadi mulai tanggal 23 April 1943 hingga 28 Juni 1944. Sebelum dibantai. korban korban sempat dipekerjakan sebagai romusha, kecuali keluarga kesultanan langsung dibunuh hari itu juga.

Dengan gugurnya Sultan Muhammad Alkadrie, Kesultanan Pontianak mengalami kekosongan kekuasaan. satu-satunya putra sultan yang masih hidup, Syarif Abdul Hamid Alkadrie, tengah menuntut ilmu di luar negeri.. Untuk mengisi kekosongan diangkatlah Syarif Thoha Alkadrie, cucu Sultan Muhammad dari garis anak perempuan, menjadi Sultan Kadriah ketujuh. Sultan Thoha Alkadrie memerintah sampai tahun 1945, ketika Syarif Abdul Hamid Alkadrie pulang ke Pontianak dan dinobatkan menjadi sultan kedelapan.

Peninggalan Kesultanan Pontianak

Istana Kadriah dan Masjid Jami’ Sultan Syarif Abdurrahman yang terletak di tepi sungai Kapuas adalah peninggalan Kesultanan Pontianak yang masih berdiri sampai sekarang. Kedua bangunan tersebut merupakan bangunan pertama yang didirikan di Pontianak. Istana Keraton Kadriah terletak di kampung Bugis, kecamatan Pontianak, Timur Kodya Pontianak. Di keraton balairung tempat sultan terdahulu biasa menerima punggawa dan rakyat yang datang menghadap yeng terletak bagian utama keraton. Di tempat ini juga terdapat peninggalan berupa mushaf Alquran tulisan tangan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, pendiri kesultanan Kadriah Pontianak.

Penerus Tahta Kesultanan Pontianak

Keterpurukan keadaan istana dimulai sejak kekosongan kepemimpinan di kesultanan Kadriah Pontianak sepeninggal Sultan Abdul Hamid Alkadrie yang wafat tahun 1978. Kekosongan pemerintahan yang kedua kalinya ini disebabkan Sultan Abdul Hamid tidak mempunyai putra mahkota, dan sampai wafatnya tidak menunjuk pengganti.

Setelah 26 tahun, ada beberapa pihak dari kalangan keluarga istana Kadriah yang cemas akan punahnya Kesultanan Kadriah Pontianak. Maka periode 2003-2004 keluarga besar berhimpun dan mencuba membangun kembali kesultanan. dari hasil penelusuran silsilah, ditemukan tiga nama yang masih memiliki jalur nasab dari garis ayah yang bersambung dengan Sultan Muhammad Alkadrie, yakni Syarif Yusuf Alkadrie, Syarif Adillah Alkadrie dan Syarif Abubakar Alkadrie.

Seluruh keluarga istana lalu menyerahkan keputusan siapa yang akan menjadi sultan kesembilan kepada tiga orang pewaris tersebut. Pada tanggal 15 Januari 2004, Syarif Abubakar Alkadrie dinobatkan sebagai Sultan Kadria kesembilan dengan gelar Mas Perdana Agung.

No comments:

Post a Comment

x
Ikuti kami di Facebook