Kesultanan Selaparang

Kesultanan Selaparang

Makam raja - raja Selaparang
Makam raja - raja Selaparang

Kesultanan Selaparang dan kerajaan- kerajaan Islam Lombok Lainya mempunyai kaitan erat politik ekspansi Kerajaan Majapahit.

Pada tahun 1357 Masehi, ekspedisi Majapahit di bawah pimpinan Laksamana Nala berhasil menguasai Lombok dan Dompu. Sejak itu bermunculan kerajaan – kerajaan di Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur. Sebelumnya penduduk asli di pulau Sumbawa merupakan kelompok – kelompok kecil, yang masing-masing dipimpin oleh kepala suku. Dikalangan masyarakat Mbojo disebut Niceki dan di dalam masyarakat Sumbawa disebut Tau Lokaq. Kerajaan – Kerajaan di Sumbawa timur yang dimaksud adalah Kerajaan Bima Sanggar dan Dompu, Sedangkan di Sumbawa Barat terdapat kerajaan Utan Kadali, Seran, Taliwang sebagaimana disebut dalam kitab Nagarakertagama.

Bahkan dalam suber sejarah lainya disebutkan bahwa Laksamana Nala dalam ekspansinya juga menjalin hubungan kekeluargaan dengan Kepala Suku Lombok, sehingga nantinya setelah keruntuhan Majapahit banyak dari keturunan Laksamana Nala yang menjadi raja di Lombok.

Berkembangnya agama Islam serta munculnya kerajaan yang bersendikan agama telah mempercepat proses runtuhnya Kerajaan Majapahit. Seiring dengan itu, seluruh kerajaan yang ada di Lombok yang selama ini berada di bawah kerajaan Majapahit menjadi kerajaan merdeka dan mandiri. Demikian juga dengan kerajaan – kerajaan yang ada di Lombok yang baru memerdekakan diri tersebut, salah satu yang paling terkemuka dan terkenal diseluruh Nusantara saat itu adalah kerajaan Lombok yang kini dikenal dengan nama Labuan Lombok.

Kerajaan Lombok inilah yang beberapa tahun kemudian, oleh pangeran (Sunan) Prapen, Putra Sunan Giri dijadikan sebagai pusat Islamisasi Pulau Lombok. Setelah Sunan Prapen berhasil menjalankan tugasnya di pulau Lombok ia meneruskan misinya ke Pulau Sumbawa. Sepeninggal Sunan Prapen, Prabu Rangkesari menggantikan Prabu Mumbul sebagai Raja Kerajaan Lombok. Atas dasar pertimbangan strategis, ia memindahkan Ibu Kota yang semula terletak di Teluk Lombok ke Bekas Kerajaan Selaparang (Periode Hindu). Kerajaan Lombok inilah yang kemudian hari dikenal sebagai Kesultanan Selaparang.

Kedatangan Belanda, semakin memanaskan suasana politik dan meningkatkan dinamika social budaya di seluruh Nusantara, termasuk semua wilayah Nusantara Tenggara. Pada bulan Juni 1618 Kerajaan Gowa menakhlukan dan mempersatukan kerajaan – kerajaan yang ada di Sumbawa Barat seperti dikisahkan dalam Tambo Gowa dan Tallo, kemudian berturut-turut pada tahun 1633, Gowa menakhlukan Bima, Tambora Sanggar, dan Dompu, serta tahun 1610menundukan Selaparang. Penakhlukan-penakhlukan tersebut dilakukan dengan cara cultural dan spiritual. Artinya secara damai melalui perkawinan antara keluarga raja dan kesepakatan untuk mempertahankan Iman Islam di antara mereka.

Usaha Belanda untuk menguasai Nusantara lambat laun membawa hasil. Pada tanggal 18 November 1667, VOC berhasil memaksa Sultan Hasanuddin sebagai penguasa Gowa untuk menanda tangani perjanjian Bongaya. Akibat dari perjanjian itu adalah mundurnya Gowa dari kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaanya. Kerajaan Karangasem dari Bali, yang sejak lama mengincar pulau Lombok, baru berhasil menguasainya pada tahun 1470 setalah kerajaan ini melakukan persekutuan dengan Arya Banjar Getas. Maka, sejak itu pengaru Bali kembali mewarnai kehidupan social, politik, dan budaya Suku Sasak. Selain itu, Belanda tetap melakukan penetrasi politik dan kekuatan militernya, yang akhirnya menghuasai pulau Lombok dan Sumbawa sampai dengan kedatangan Jepang yang mengalahkanya pada tahun 1942.

No comments:

Post a Comment

x
Ikuti kami di Facebook