Home
Sejarah
Budaya Sonor Masyarakat Desa Rambai Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir
Budaya Sonor Masyarakat Desa Rambai Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir
A. Pendahuluan
Indonesia
adalah negara kepulauan yang memiliki gugusan terpanjang dan terbesar di dunia
yang posisinya tereletak antara dua benua, yaitu benua Asia dan Australia.
Dengan kondisi goegrafis tersebut, bangsa Indonesia memiliki keunikan
tersendiri, yaitu adanya berbagai macam suku bangsa, etnis, adat, agama, dan
bahasa. Kesemuanya itu adalah cerminan keheterogenan sebuah bangsa.
Dalam
masyarakat yang heterogen memiliki ciri khas dari pola-pola budaya yang ada.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu, “Budhayah”
diartikan budi dan akal pikiran, sedangkan dalam aliran normatik
kebudayaan dianggap sebagai suatu bentuk dari pola prilaku manusia. Sementara
itu, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu yang berkaitan
dengan gagasan, perasaan, dan hasil karya yang dicapai manusia dengan melalui
proses belajar.
Konsep
kebudayaan meliputi seluruh aktivitas manusia, mulai dari berfikir, berkarya
dan hasil karya manusia itu sendiri. Maka untuk mempermudah dalam memahami dan
menganalisis sebuah budaya dalam masyarakat, Koentjaraningrat membagi-bagi
kebudayaan menjadi beberapa unsur yaitu: Bahasa, pengetahuan, organisasi,
sosial, peralatan dan teknologi, mata pencaharian, sistem riligi dan kesenian.
Selain itu, untuk kepentingan ilmiah dan memudahkan identifikasi, para sarjana
membagi ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut ke alam
unsur-unsur kebudayaan yang lebih kecil. Ralph Linton misalnya, ia membagi kultural
universal tersebut ke dalam sub-sub tertentu yang disebut cultural activity atau
kegiatan budaya. Salah satu unsur tersebut ialah sistem mata pencaharian. Pada
sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, kegiatan budayanya mencakup
pertanian, peternakan,
sistem produksi, perbankan, dan sebagainya.
Sumatra Selatan dikenal sebagai salahsatu
wilayah yang penduduknya menerapkan sistem pertanian sonor. Pada sistem ini padi
ditanam sekali dalam satu tahun dengan cara membabat semak-semak, kemudian
membakar serasah, dan menanaminya dengan sistem tebar (menyebar) tanpa dipupuk
sama sekali.
Kanbupaten Ogan Komering Ilir (OKI)
tanahnya didominasi oleh jenis tanah gambut, oleh sebab itu semenjak puluhan
tahun masyaraakat OKI terutama di Kecamatan Mesuji, Pangkalan Lampam, Tulung
Selapan, Sungai menang dan Pedamaran Timur menerapkan sistem pertanian sonor di
ekosistem rawa gambut.
Demikian juga dengan Masyarakat desa Rambai
mengenal sistem pertanian sonor dengan istilah padi sonor atau besonor. Sebagai salah satu bentuk cultural activity (kegiatan budaya) sistem pecaharian hidup dan ekonomi
masyarakat, sistem pertaniaan sonor telah mentradisi dan sulit dirubah. Namun
semenjak dikeluarkannya maklumat pemerintah daerah propinsi Sumatera Selatan
tentang sanksi pidana terhadap pembakaran hutan atau alang-alang/ semak-semak,
maka budaya sonor di desa Rambai mengalami penurunan. Oleh sebab itu peneliti tertarik
membahas sistem pertanian sonor dalam bentuk makalah.
B.
Pengertian
Kebudayaan
Kata
kebudayaan berasal dari kata budhi dan dhaya dalam bahasa sansekerta yang
berarti akal, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal
manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan yang berasal dari kata
budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsure rohani dalam kebudayaan,
sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsure jasmani, sehingga
kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia.
Konsep
kebudayaan meliputi seluruh aktivitas manusia, mulai dari berfikir, berkarya
dan hasil karya manusia itu sendiri. Maka untuk mempermudah dalam memahami dan
menganalisis sebuah budaya dalam masyarakat, Koentjaraningrat membagi-bagi
kebudayaan menjadi beberapa unsur yaitu: Bahasa, pengetahuan, organisasi,
sosial, peralatan dan teknologi, mata pencaharian, sistem riligi dan kesenian.
Untuk
kepentingan ilmiah dan memudahkan identifikasi, para sarjana membagi ketujuh
unsur kebudayaan universal tersebut ke alam
unsur-unsur kebudayaan yang lebih kecil. Ralph Linton misalnya, ia membagi
cultural universal tersebut ke dalam sub-sub tertentu yang disebut cultural activity atau
kegiatan budaya.
- Sistem bahasa, kegiatan budayanya mencakup bahasa lisan dan tulisan. Pada sistem peralatan hidup dan teknologi—baik modern maupun tradisional, tercakup alat-alat rumah tangga, perumahan, senjata, teknologi komunikasi, dan banyak lagi.
- Sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, kegiatan budayanya mencakup pertanian, peternakan, sistem produksi, perbankan, dan sebagainya.
- Sistem kemasyarakatan, kegiatan budayanya meliputi tata kekerabatan, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, tata hukum, perkawinan, dan lainnya.
Sistem kesenian,
bagian-bagian kecil semacam seni tari, seni musik, seni suara, seni pahat, dan seni lukis, termasuk ke dalam
kegiatan budayanya. Adapun pada sistem keagamaan, kegiatan budayanya mencakup
ritual ibadah, kitab suci, dan lainnya.
C.
Desa Rambai
Desa Rambai adalah desa yang secara
administrasi terletak dalam wilayah Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Sumatera Selatan. Secara geografis desa Rambai berbatasan dengan:
1.
Sebelah utara berabatasan
dengan desa Perigi Tanjung Kemang
2.
Sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Banyuasin
3.
Sebelah barat berbatasan dengan desa Perigi Talang Nangka
4.
Sebelah timur berbatasan
dengan dan desa Air Rumbai
Letak
desa Rambai berada 68 Km dari Ibu kota Provinsi Sumatera Selatan yaitu
Palembang dan 80 Km dari Ibu kota
Kabupaten Ogan Komering Ilir yaitu Kayu Agung serta 12 Km dari Ibu kota
Kecamatan Pangkalan Lampam. Transportasi ke desa ini dapat dilakukan dengan
jalur darat seperti mengendarai mobil atau sepeda motor. Menurut data yang
diperoleh, kepadatan penduduk desa Rambai mencapai 2029 jiwa, yang terdiri dari
539 kepala keluarga dengan kepadatan penduduk 650 per kilometer. Luas wilayah
desa ini 5236 hektar, yang secara umum merupakan desa yang banyak dikelilingi
kebun karet dan rawa-rawa ( tanah lebak).
Jenis
tanah pada umumnya merupakan jenis aluvial (tanah lebak) dan polosik (tanah
talang ). Jenis aluvial terdapat di daerah aliran sungai, dengan warnah tanah
kelabu ataupun coklat, keadaan liat, berpasir, dan menjadai lembab jika kering.
Tanah ini disebut juga sebagai tanah lebak dengan susunan humus yang kaya untuk
pertanian, persawahan, perkebunan kelapa dan dan palawija dan budidaya ikan air
tawar. Tanah aluvial jika tergenang air warnahnya menjadi kehitam-hitaman.
Sementara itu, jenis palosik terdapat di daratan yang tidak tergenang air dengan
tingkat kesuburan lebih rendah dari tanah lebak. Selain untuk perkebunan,
daerah dengan jenis tanah ini sering dipergunakan untuk permukiman penduduk.
Desa
Rambai salah satu wilayah pedesaan yang terletak di kabupaten Ogan Komering
Ilir yang secara umumnya merupakan daerah beriklim tropis, dengan perkisaran
musim kemarau antara bulan Mei sampai bulan Oktober. Musim penghujan terjadi
pada masa di antara bulan November sampai bulan April. Penyimpangan musim
terjadi berselang tahun setahun sekali berupa musim kemarau lebih panjang dari
musim hujan. Menurut catatan, pada tahun 2000 terjadi 891 kali hujan di daerah
ini, dengan rata-rata curah hujan sejumlah 6.966 mm.
Dengan
kondisi topografis seperti di atas, sejak masa lampau di tempat ini telah
berkembang aneka tumbuhan terutama yang biasa terdapat di iklim tropis baik
yang tumbuh secara alami maupun diusahakan termasuk tanaman obat. Sedangkan
tumbuhan perkebunan adalah karet, kelapa, jambu biji, duku, durian, cempedak,
nangka ,jeruk, nanas, pisang dan sebagainya.
D. Sistem Pertanian Sonor
Menurut
asal-usul kata sonor mempunyai arti “nalak”
atau membiarkan atau tidak diurus (Wawancara: Maddusi, 29 November 2009,
Masyarakat Desa Rambai). Sedangkan menurut
Kepala Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Celikah
Kecamatan Kota Kayuagung, Kab. Ogan Komering Ilir (OKI), Zainal Abidin , Sonor adalah sistem penanaman padi tradisional di areal rawa
atau gambut, yang hanya dilakukan pada saat musim kemarau panjang (paling
sedikit antara 5 - 6 bulan kemarau. Dengan demikian padi sonor yang bibit
lokalnya (ambai) akan menyemai dan tumbuh dengan sendirinya. Selanjut ia
menjelaskan sistem pertanian sonor dinilai praktis dan murah oleh masyarakat
karena tidak memerlukan perawatan, pemupukan dan pengobatan. Setelah benih
ditebarkan di sisa abu sisa pembakaran, kemudian ditinggalkan selama 6 bulan
kemudian datang kembali untuk memanennya.
Penanaman
Padi sistem sonor banyak dilakukan oleh penduduk asli di Kalimantan Tengah
(juga di Sumatera Selatan). Padi ditanam
sekali dalam satu tahun dengan cara membabat semak-semak, kemudian membakar
serasah, dan menanaminya dengan sistem tugal tanpa dipupuk sama sekali. Padi
yang digunakan adalah verietas lokal seperti Bayar, Lemo dan Pandak dan
lainnya. Sistem sonor menghasilkan
antara 1,5 - 2,0 ton/ha gabah. Sesudah panen, lahan diberakan untuk ditanami
lagi setelah 2 - 3 tahun. Kelemahan sistem sonor adalah pembakaran serasah di
lahan sehingga dapat menyulut kebakaran gambut yang lebih luas dan mempercepat
pendangkalan gambut. Untuk itu, perlu
dimodifikasi dengan cara sebagai berikut:
1)
Lahan dibuka dengan cara
ditebas, lalu dibiarkan dalam beberapa hari
supaya kering;
2)
Serasah dikumpulkan pada
tempat khusus yang dikelilingi parit berair
lalu dibakar;
3)
Abu ditaburkan ke lahan
pertanaman hingga merata;
4)
Tanah ditugal dengan jarak
tanam 25 cm x 25 cm, lalu benih ditanam.
Lubang ditutup dengan menggunakan
abu dapur atau sisa pembakaran
semak-semak;
5)
Pemeliharaan hanya
dilakukan untuk menjaga serangan Babi.
Biasanya
6)
petani menggunakan Anjing
untuk menjaga tanamannya;
7)
Sesudah panen, lahan dibiarkan bera selama 2 - 3 tahun.
E. Maklumat Pemerintah
Daerah Propinsi Sumatera Selatan
Dekeluarkannya
maklumat pemerintah tentanag sanksi pidana terhadap pembakaran hutan atau
alang-alang/ semak-semak. Maklumat tersebut mengacu kepada peraruran
penundang-perundangan; KUHP, UU No.18 tahun 2004 tentang perkebunan, UU No.23
tahun1997 pengelolaan lingkungan hidup dan UU No.41 tahun 1999 tentang
kehutanan. Menurut isi dari maklumat tersebut pembakaran hutan merupakan tidak
kejahatan karena menimbulkan dampak:
- Kerusakan lingkungan hidup antara lain flora dan fauna
- Gangguan kesehatan yang diakibatkan asap
- Gangguan terhadap kegitan internasional antara lain pendidikan transportasi dan perekonomian.
- Citra bangsa Indonesia di mata internasional dianggap sebagai bangsa “Bangsa Pembakar Hutan”
Dengan
adanya maklumat tersebut secara tidak langsung menjadi faktor utama mundurnya
atau hilangnya budaya sonor dalam masyarakat desa Rambai pada khususnya
(Maklumat Pemda Sumsel Tahun 2005).
F.
Kesimpulan
Sonor
adalah sistem penanaman padi tradisional di areal rawa atau gambut, yang hanya
dilakukan pada saat musim kemarau panjang (paling sedikit antara 5 - 6 bulan
kemarau. Dengan demikian padi sonor yang bibit lokalnya (ambai) akan menyemai
dan tumbuh dengan sendirinya.
Adanya
maklumat pemerintah tentang sanksi terhadap pembakaran hutan dan
semak-semak/alang-alang merufakan faktor utama penyebab mundurnya sistem
pertanian sonor.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment