Bicara tentang Khawarizmi rasa tak lengkap jika tidak menyinggung tentang angka nol "0", al jabar dan algoritme.Dunia modern banyak berutang padanya.

Algoritme, seperti yang dipakai dalam dunia komputer, berutang pada aritmatika dan algoritme yang ditulis oleh Khwarizmi. Teorinya menjadi dasar bagi David Hilbert untuk masalah pengambilan keputusan (Entscheidungsproblem). Bagi sebagian kalangan umat muslim menjadikan nama besar Khawarizmi untuk memberikan upaya tandingan melawan dunia Barat dalam bidang ilmu pengetahuan. Sejak beberapa waktu lalu, meme bergambar Khwarizmi banyak berseliweran di media sosial. Mereka yang banyak menyebar adalah yang merasa rindu zaman keemasan Islam. Dengan bangga mereka menyebut bahwa komputer tak akan ada tanpa Khwarizmi, begitu pula ilmu pemrograman komputer. Ini tentunya tidak sepenuhnya salah, namun yang lebih penting ialah Khwarizmi bisa besar dan amat berpengaruh bagi dunia  karena iklim dan semangatnya mencari ilmu.

Khawarizmi hidup sezaman dengan Khalifah Al Makmun yang mencintai Ilmu Pengetahuan, lebih lengkap Imam Suyuthi mendeskripsikan:

Al-Makmun sebagai orang yang belajar hadits, fiqh, sejarah dan filsafat kepada banyak ulama dan ilmuwan. Dia seorang yang istimewa dalam hal kemauan yang kuat, kecerdasan, kewibawaan, dan kecerdikan. Dia bicara dengan fasih, dan seorang orator yang ulung.

Khwarizmi semangkin terasah keitika Khalifah al-Ma’mun merubah Bait Al Hikmah, perpustakaan pribadi ayahnya Haru Arrasyid menjadi perputakaan nasional dan pusat penelitian serta mengundang para fisikawan, matematikawan, astronom, penyair, ahli hukum, ahli hadis dan mufasir dari berbagai penjuru untuk menyemarakkan panggung intelektual dunia Islam. Mereka diberi fasilitas dan perlindungan negara agar dapat mencurahkan seluruh perhatian pada pengembangan ilmu pengetahuan. Bahkan ilmuwan Kristen dan Yahudi pun diajak turut serta. Khawarizmi dikisahkan memiliki sebuah keunggulan yang sangat besar dalam memanfaatkan buku-buku yang terdapat di perpustakaan Al-Ma’mun. Dia belajar ilmu matematika, ilmu geografi, ilmu astronomi, disamping pengetahuan sejarah yang baik tentang orang Yunani dan Hindu. Di masa Al-Ma’mun inilah, Al-Khawarizmi mulai terkenal dan mencapai masa puncaknya sebagai seorang ilmuwan  dan berhasil menyusun karya monumental, Kitab al-Jabr wa al-Muqabillah.

Dalam buku karangannya itu dia merumuskan dan menjelaskan tabel trigonometri secara detail. Dia juga mengenalkan teori-teori kalkulus dasar dengan cara yang mudah, yang pada akhirnya Al-Khawarizmi menjadi tonggak dalam sejarah aljabar yang saat ini berkembang menjadi matematika, bahkan dia menjadikan aljabar sebuah ilmu eksak. Maka pantas jika Khawarizmi disebut sebagai bapak aljabar.

Aljabar mempelajari penyederhanaan dan pemecahan masalah menggunakan simbol-simbol sebagai pengganti konstanta dan variabel. Ilmu aljabar dapat dikatakan berasal dari karya Al-Khawarizmi yang berjudul  al-Mukhtasarfi Hisab al-Jabr wa’l-Muqaballah (Kesimpulan Proses Kalkulasi Untuk Paksaan dan Persamaan) di mana untuk petama kalinya kata Arab al-Jabr, yang artinya “paksaan” dan juga “perbaikan”, dan “restorasi” digunakan. Dari kata inilah , menurut para ahli, kata Inggris “Algebra” (aljabar) diturunkan.

Sedangkan trigonometri merupakan penemuannya di bidang matematika yang mempelajari tentang hubungan antara sisi dan sudut suatu segitiga serta fungsi dasar yang muncul dari relasi tersebut. Trigonometri merupakan ilmu matematika yang sangat penting dalam kehidupan. Aplikasi ilmu trigonometri dalam kehidupan mencangkup segala bidang astronomi, geografi, teori musik, elektronik, ekonomi, medikal, teknik, dan masih banyak lagi. Dengan trigonometri kita bisa mengukur jarak suatu bintang di angkasa tanpa harus pergi kesana. Dengan trigonometri kita bisa mengukur sudut ketinggian tebing tanpa harus memanjatnya. Dan dapat pula mengukur lebar sungai tanpa harus menyebranginya. Itulah manfaat dari mempelajari trigonometri dalam kehidupan sehari-hari. Trigonometri dipelajari oleh Al-Khawarizmi dan dia juga mengadakan penelitian tentang ilmu hitung trigonometri. Dia disebutkan adalah orang yang pertama kali membuat dan menerbitkan tabel trigonometri yang di dalamnya terdapat sinus dan tan, kemudian pada abad ke-12 M tabel-tabel trigonometri diterjemahkan ke dalam bahasa latin.Bagian ketiga berisi diskusi menyangkut persoalan matematika. Bagian terakhir berupa sistem taksiran, baik dari urutan angka maupun geometri. Tak hanya itu, buku ini juga memasukkan metode geometri Euclides serta persamaan linear simultan.

Selain itu pula saat Khwarizmi mempelajari sistem astronomi dan penanggalan Yahudi. Hasilnya, ia menulis Risāla fi istikhrāj taʾrīkh al-yahūd (Extraction of the Jewish Era) pada 823. Risalah ini berisi tata cara menentukan hari pertama di bulan Tishri, juga cara menentukan garis bujur matahari dan bulan dengan menggunakan sistem penanggalan Yahudi. Sebagian besar metode ini diterapkan di almanak Yahudi hingga sekarang.

Bagian terpenting dari itu semua adalah nama besar Khawarizmi tidak sepenuhnya bergantung pada bakat dan kecerdasanya belaka, melainkan ada hal lain yang sering kita lupakan ketika bicara tentang nama besar  Penemu Angka Nol ini yaitu iklim dan pemimpin yang mendukung atau mencintai ilmu pengetahuan. Bisa bayangkan seandainya al-Makmun tak mendukung Bait Al Hikmah. Atau sang khalifah itu menutup segala akses ilmu pengetahuan dari Yunani atau Yahudi atau India atau semua kawasan non-Islam. Khwarizmi mungkin bisa berakhir menjadi petani gandum, atau penjual khamr, atau peternak domba, dan tak akan kita kenal sebagai ilmuwan dengan nama yang berlumur tinta emas.